Di balik keheningan pondok pesantren, seringkali tersimpan kisah-kisah luar biasa yang tak terduga. Salah satunya datang dari seorang santri Hafizh Quran Indonesia bernama Muhammad Irfan Dwiyan. Di usia 21 tahun, Dwiyan telah mencatatkan jejak luar biasa dalam perjalanan Qur’annya—jejak yang tak hanya menginspirasi, tapi juga menampar lembut hati siapa pun yang mendengarnya.
Dwiyan
bukan santri biasa. Ia memiliki keterbatasan dalam penglihatan, hanya
dapat melihat dengan sebelah matanya. Namun, keterbatasan itu justru
menjadi titik awal kekuatannya. Ia tidak menjadikannya sebagai alasan
untuk mundur atau merasa lemah, justru sebaliknya, ia menjadikannya
sebagai pendorong untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an.
Dwiyan
berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz Al-Qur’an dalam waktu yang sangat
singkat hanya 16 hari. Sebuah pencapaian yang bahkan oleh sebagian
orang dianggap mustahil. Tapi bagi Dwiyan, Al-Qur’an adalah sesuatu yang
lebih dari sekadar hafalan—ia adalah cahaya dalam gelap, kekuatan dalam
lemah, dan jawaban dari setiap doa.
Pada
sebuah acara bernama Haqin Expo, Dwiyan men-tasmi'kan hafalannya
sebanyak 25 juz dalam satu kali duduk. Tanpa melihat mushaf sama sekali.
Ia membaca dengan lancar, khidmat, dan penuh keyakinan seolah ayat-ayat
itu benar-benar menyatu dengan jiwanya.
Momen ketika Dwiyan men-tasmi'kan Al-Qur'an 25 juz sekali duduk.
Kini,
tak hanya menghafal, Dwiyan juga mengajarkan Al-Qur’an. Dengan penuh
kesabaran, ia membagikan apa yang telah ia dapatkan, seolah ingin
menyampaikan bahwa siapa pun bisa meraih kedekatan dengan
Al-Qur’an—bahkan dari keterbatasan sekalipun. Suaranya yang tenang dan
tajwid yang terjaga menjadi wasilah dalam menyebarkan cahaya Al-Qur’an
kepada orang lain.
Potret Dwiyan sedang men-talaqqi para santri
Bagi
sebagian orang, menghafal Al-Qur’an saja sudah terasa berat. Apalagi
dengan keterbatasan penglihatan, seperti yang dialami Dwiyan. Tapi
justru di situlah letak keistimewaan kisah ini. Ia membuktikan bahwa
dengan niat yang kuat, kesungguhan hati, dan pertolongan Allah, tak ada
batasan yang benar-benar menghalangi langkah seseorang menuju cahaya
Al-Qur’an.
Kita
mungkin tak tahu secara lengkap bagaimana perjuangan harian Dwiyan.
Tapi bisa dibayangkan betapa besar usaha, kesabaran, dan pengorbanan
yang ia lalui. Muroja’ah dengan keterbatasan , serta melawan rasa lelah
yang datang berkali-kali.
Kisah
Dwiyan bukan sekadar catatan prestasi hafalan. Ia adalah pengingat
bahwa keterbatasan bukanlah alasan untuk berhenti, melainkan peluang
untuk lebih dekat dengan Al-Qur’an dan dengan Rabb-nya.
Sebagaimana firman Allah:
“...Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan...” (QS. Al-Baqarah: 148)
Semoga
kisah ini menguatkan semangat kita untuk terus berjuang di jalan
Al-Qur’an, seberapapun tantangan yang dihadapi. Karena sesungguhnya,
kemenangan itu tidak ditentukan oleh siapa yang paling sempurna, tapi
oleh siapa yang paling bersungguh-sungguh.
Cuplikan perjuangan Dwiyan dalam menghafal Al-Qur'an:
https://www.instagram.com/reel/C_SxVx5hZsq/?igsh=cW9rb2NlaWY1ZDVt
MY-