Ilustrasi Gambar |
Sosok Imam An Nawawi memilki nama lengkapnya yaitu Yahya bin syaraf bin Murri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jumuah Al Hizami An Nawawi. Beliau lahir pada bulan Muharram 631 Hijriah atau Oktober tahun 1233 Masehi di Desa Nawa. Selain nama itu beliau terkenal juga dengan gelar Muhyiddin serta memiliki panggilan yaitu Abu Zakaria.
Selama bermukim di Madrasah al-Rawahiyyah pada umur 19 tahun, an-Nawawi aktif dalam belajar dan berguru kepada para tokoh ulama di Damaskus. Guru pertama Imam Nawawi merupakan seorang imam dan khatib di Masjid Umayyah yaitu Syaikh Abd al-Malik bin Abd al-Kafi al-Rab’i. Lalu, Imam Nawawi dibawa oleh gurunya untuk belajar kepada Syaikh Tajuddin Abdurrahman ibn Ibrahim al-Fazari. Hingga pada akhirnya, an-Nawawi bertemu dengan gurunya yang sangat berpengaruh di daerahnya, yaitu Syaikh Abu Ibrahim Ishaq bin Ahmad al-Maghribi.
Kemudian, beliau juga mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab dari seorang Syaikh Fakhr, Syaikh Ahmad AL Mishri, dan Syaikh Muhammad Al Jayyani. Tidak hanya mendalami ilmu-ilmu keislaman, an-Nawawi juga belajar tarekat atau ilmu tasawwuf kepada Syaikh Yasin ibn Abdillah al-Marakisyi. Atas didikan Syaikh Yasin, menjadikan beliau tidak hanya sebagai sosok ulama besar yang alim, namun juga beliau menjadi pribadi yang zuhud akan dunia dan selalu berpuasa. Jika beliau tidak berpuasa, dalam sehari semalam, Imam Nawawi hanya makan sekali saja dalam sehari. Dan yang hanya dimakan pun hanya roti kering dan buah Tin.
Setelah menuntut ilmu Imam An Nawawi mulai mengamalkan ilmu ilmu yang telah ia pelajari. Ketika tahun 665 Hijriah, Imam Nawawi dipercaya menjadi pimpinan Lembaga pendidikan Islam Dar di daerah Damaskus, sebagai pengganti gurunya yaitu, Syaikh Abu Syamah yang telah wafat pada tahun itu. Beberapa nama murid Imam Nawawi yaitu, ‘Alauddin, Abu al-Hasan, ‘Ali bin Ibrahim, Dimasyqi (Ibnu Attar), Ahmad Dharir Al Wasithi, Al Qadhi Shadruddin Sulaiman bin Hilal Al Ja’fari, Abdurrahman bin Muhammad Al Maqdisi, Abdurrahim bin Muhammad Al Samhudi, Syihabuddin Al Arbadi.
Selain aktif di bidang keilmuan Islam, Imam Nawawi juga proaktif dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dengan cara memberi pendapat dan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak membawa kemaslahatan kepada masyarakat. Pada saat itu, Imam Nawawi pernah dua kali mengirimkan surat teguran kepada pejabat pada saat itu, yaitu Malik Al Dzahir Baibars Al Bunduqdari. Teguran tersebut diberikan Imam Nawawi karena Baibars memaksa para rakyatnya agar membayar iuran dana perang, sedangkan pada saat itu kondisi ekonomi rakyat Syam sedang melarat.
Semasa hidupnya, Imam Nawawi aktif dalam menulis kitab kitab. Menurut Musa Furber dalam pengantar buku Etiquette with The Quran, jumlah karya Imam Nawawi mencapai kurang lebih 55 kitab, beberapa karya tersebut antara lain adalah:
1. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim
2. Al Tibyan fi Adab Hamalat al-Qur’an
3. Riyadh al-Shalihin min Hadits Sayyid al-Mursalin
4. AlAdzkar min Kalam Sayyid al-Abrar
5. Raudhah al-Thalibin
6. Al Arba’in fi Mabani al-Islam wa Qawa’id al-Ahkam atau yang lebih dikenal dengan sebutan kitab al-Arba’in an-Nawawiyah
7. Minhaj al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muttaqin
8. Al Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
9. Adab al-Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti
10. Al Taisir fi Mukhtashar al-Irsyad fi ‘Ulum al-Hadits
Sebelum akhir beliau wafat, Imam Nawawi juga sempat mengunjungi kota Yerussalem. Namun, setelah beliau kembalinya dari kota tersebut yakni ketika sampai pada desa Nawa, Imam Nawawi mulai mengidap suatu penyakit dan pada akhirnya penyakit tersebut menyebabkan beliau wafat. Imam Nawawi wafat pada waktu sepertiga malam terakhir yakni, hari Rabu tanggal 24 Rajab tahun 676 H/1278 M pada umur yang terbilang masih muda, yaitu 45. Imam an-Nawawi dimakamkan di desa Nawa, Syiria. Umat Islam kehilangan salah satu ulama besarnya. Nafa’ana Allah bi’ulumih. Dilansir dari tafsiralquran.id