Aku merupakan anak milenial asal Medan yang kini berusia 21 tahun. Selepas SMA aku bekerja part time sebagai tenaga kontrak, untuk membiayai kuliah dan membantu orang tua.
Delapan bulan yang lalu, Aku mengikuti seleksi program
beasiswa Karantina 6 bulan di Hafizh Qur’an Indonesia dengan alasan untuk
menyempurnakan hijrah agar orang tua bahagia. Aku menyadari bahwa selama ini
sering kali membuat orang tuaku susah.
Berbekal uang tabungan pas-pasan, Aku berangkat ke Bandung. Meski
sadar jika tidak lulus maka aku harus pulang.
Dua hari mengikuti tes, Aku lulus bersyarat karena tidak
mencapai target Tilawah. Syaratnya dia harus mengkhatamkan 30 juz tilawah
Al-Qur’an dalam waktu 3x24 jam. Alhamdulillah, Allah memberinya kesempatan. Aku dinyatakan lulus dan bisa mengikuti
program karantina tahfizh.
Fase karantina dilalui dengan berat. Tilawah
14 juz perhari, setoran hafalan 5 lembar perhari. Aku sempat demotivasi karena
tilawah dan hafalannya paling sedikit dibanding santri yang lain. Aku berulang kali dipanggil dan dikonseling
oleh pihak Yayasan.
Menjelang setoran hafalan terakhir di Juz 30,
Aku kembali diuji, dua minggu dilalui tidak
selesai. Allah seperti menunda hafalannya. Musyrif mengingatkan untuk
meluruskan niat, minta maaf ke orang tua dan menjaga shalat malamnya.
Akhirnya, pada sore menjelang maghrib pada
tanggal 22 Oktober 2018 Aku berhasil menyelesaikan hafalan
terakhirnya dan menjadi Hafizh 30 Juz. Tepat pada Hari Santri Nasional. Allahu
Akbar!!!
"Dulu teman-teman Saya bukanlah orang yang memakai peci dan sarung. Sekarang Saya dikaruniai Allah Hafal Al-Qur’an,” isakku
Subhanallah… Walhamdulillah...
Semoga Allah berikan keberkahan untukku dan kepada orang tua yang terus
berdoa tiada henti. Semoga pahala Qur’an juga terus mengalir kepada para
donatur dan muzakki yang telah menyisihkan sebagian hartanya untuk program ini.
***